Situasi politik panas lagi setelah perhelatan Pilkada DKI yang menyita perhatian kemarin. Saya fikir sudah reda, tetapi persoalan politik dan hukum rupanya ga pernah reda dari negara kita. Kemarin kita lihat ada hak Angket yang digulirkan oleh DPR untuk meminta penyelidikan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap kasus E-KTP yang sedang rame-ramenya.

Begitu nafsunya DPR untuk mengusulkan hak angket tersebut tentu memunculkan banyak spekulasi dari berbagai perspektif dan pasti akan ramai dibahas di berbagai media terlebih adalah media sosial yang viralnya pasti dalam itungan detik.

Berikut telaah saya yang tentu tidak setuju dengan hak angket DPR kepada KPK.

  1. KPK adalah lembaga negara Independen

Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK:

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan  wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Penjelasan Pasal 3:

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat  mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun2

Pasal itu menegaskan bahwa semua institusi penegakan hukum harus bebas dari intervensi kekuatan manapun dan dengan cara apapun. Bebas dari intervensi bagi penegakan hukum merupakan prinsip dasar dari sebuah negara hukum yang kita anut sebagai sebuah negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat). Tindakan proses penegakan hukum harus berakhir di Pengadilan bukan di DPR. Penggunaan hak angket kepada KPK berpotensi melakukan intervensi terhadap proses penegakan hukum yang sedang dijalani oleh KPK.

 

2. Reintepretasi Hak Angket

Hak Angket diatur dalam Pasal 79 ayat 3 UU No. 17 Tahun 2014 ttg MD3

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu  undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,  berbangsa,  dan  bernegara  yang  diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 79 ayat 3:

Ayat (3) Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah  dapat  berupa  kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh  Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima  TNI, Kapolri,  Jaksa Agung,  atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.

Apa saja Lembaga Pemerintah non Kementerian?

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Non Kementerian.

Lembaga Pemerintah Non Kementerian adalah sebagai berikut:

  1. Lembaga Administrasi Negara (LAN)
  2. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
  3. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
  4. Perpustakaan Nasional RI (PERPUSNAS)
  5. Badan Standarisasi Nasional (BSN)
  6. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
  7. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
  8. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
  9. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN))
  10. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN)
  11. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
  12. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
  13. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
  14. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

 

  • Dari ketentuan di atas, maka jelas DPR salah jika menggunakan instrumen hak angket kepada KPK karena KPK bukan merupakan objek dari penggunaan Hak Angket sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 79 ayat 3 beserta penjelasannya. KPK tidak disebutkan dalam rumusan Pasal tersebut juga KPK bukan termasuk dalam kategori Lembaga Negara Non Kementerian. KPK adalah lembaga negara independen dan penegak hukum. Dengan kalimat yang sederhana, konstruksi Pasal tersebut mengarahkan Hak Angket kepada Lembaga Pemerintah/Eksekutif dalam hal menjalankan perintah UU dan kebijakan yang penting, startegis dan berdampak luas tetapi bukan kepada penegak hukum seperti KPK.
  • Hak Angket di beberapa negara juga digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah.

Inggris

Pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap akuntabilitas pemerintah Inggris dilakukan melalui beberapa cara seperti Parlementary Question and Answer, Ministerial Statements, Adjourment Debates dan Motions of No Confidence. Parlementary Questions merupakan cara untuk mendapatkan informasi mengenai kegiatan pemerintah.

Perancis

Parlemen Perancis terdiri dari National Assembly dan Senate. Parlemen mmepunyai dua fungsi utama yaitu membentuk UU dan melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Kegiatan pemerintah diawasi melalui cara temporary information assignments yang dapat meibatkan lebih dari satu komisi yang biasanya menghasilkan laporan.

Afrika Selatan

Parlemen Afrika Selatan terdiri atas National Assembly dan National Council of Province. National Assembly yang anggotanya dipilih merupakan lembaga yang bertugas mewakili rakyat yang bertugas memilih Presiden, memberikan pertimbangan memerikan persetujuan terhadap UU dan melakukan pengawasan terhadap pemerintah.

 

3. Membuka Rekaman BAP

Penolakan KPK untuk membuka dan memberikan data pemeriksaan dalam proses penyidikan atas Saudari MSH kepada Komisi III adalah tindakan yang benar dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK tidak boleh membuka data dan dokumen sembarangan. Sebab jika dibuka, maka akan menghambat proses penegakan hukum, penyelidikan, penyidikan suatu tindak pidana.

UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menggolongkan informasi penegakan hukum sebagai informasi yang rahasia. Informasi itu dikecualikan dari sistem keterbukaan informasi publik.

Pasal 17 huruf A UU. No. 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:

  1. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
    1. Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
    2. Mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
    3. Mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
    4. Membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
    5. Membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

Informasi-informasi yang dikecualikan dalam Pasal 17 huruf a itu hanya dapat dibuka di dalam sidang pengadilan. Pihak-pihak yang tanpa hak mengakses, memperoleh dan memberikan informasi yang dikecualikan maka diancam dengan hukuman pidana pasal 54 ayat 1 UU KIP.

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).