Fidelis Arie Sudewarto (36) hanya bisa pasrah. Sejak petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Sanggau menangkapnya pada 19 Februari 2017  karena menanam 39 batang pohon ganja (cannabis sativa), saat itu pula upayanya merawat sang istri, Yeni Riawati, berakhir. Fidelis, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sanggau ini menanam ganja untuk mengobati istrinya yang didiagnosa menderita syringomyelia, tumbuhnya kista berisi cairan atau syrinx di dalam sumsum tulang belakang.

Sejak didiagnosa menderita syringomyelia pada Januari 2016, Yeni dirawat sendiri di rumah oleh Fidelis. Untuk membantunya, setiap hari Fidelis mendatangkan perawat ke rumahnya untuk melakukan perawatan terhadap Yeni. Selain itu, Fidelis juga melakukan perawatan sendiri dengan menggunakan dua panduan perawatan penderita penyakit syringomyelia dari dua situs milik Amerika Serikat. Dia juga mengumpulkan buku-buku dan literatur tentang ganja. Semua dipelajari Fidelis secara otodidak.

Sejak awal tahun 2016, semua cara pengobatan sudah dilakukan, mulai dari menggunakan obat medis, obat herbal, bahkan menggunakan orang pintar, tetapi tidak ada yang berhasil mengembalikan kondisi fisik Yeni.

Sejak saat itu, Fidelis mulai menanam 39 batang ganja di rumahnya, dengan cara mengambil ekstra ganja sebagai obat untuk istrinya. Pengetahuan dan pengobatan menggunakan ekstrak ganja itu didapatkan Fidelis berdasarkan literatur-literatur dari luar negeri yang didapatkannya dengan mencari sendiri menggunakan internet.

Kondisi Istri Fidelis sebelum mengkonsumsi ganja

Kondisi Yeni sebelum diobati dengan ekstrak ganja sungguh sangat memprihatinkan. Yeni sulit tidur bahkan bisa beberapa hari berturut-turut tidak tidur. Terkadang, sampai dua hingga tiga hari penuh tidak tidur walaupun sudah berusaha untuk tidur dan sudah menggunakan obat tidur, tetapi tetap tidak bisa tidur.

Yeni juga mengalami masalah dalam berkemih, yaitu tidak bisa mengeluarkan urine hingga perutnya membesar atau sebaliknya tidak bisa mengendalikan kencingnya. Juga terjadi pembengkakan di sekitar kemaluan sehingga ketika ingin kencing, air kencingnya dapat keluar dengan sendirinya sebelum sampai ke kamar kecil.

Setelah Istri Fidelis menkonsumsi ganja racikan Fidelis

Terjadi perubahan besar semenjak Yeni menggunakan ekstrak ganja dalam proses penyembuhannya, mulai dari meningkatnya nafsu makan hingga bisa tertidur pulas sebagai mana rutinitas normal pada umumnya.

Pencernaan juga mulai lancar, baik itu buang air kecil maupun besar. Lubang-lubang pada luka-luka dekubitus sudah menutup karena daging yang baru sudah tumbuh dan permukaan luka sudah mengering.

Pandangan mata dan penglihatan Yeni juga menjadi jelas. Ingatannya mulai pulih dan bisa mengingat hal-hal secara detail di masa lalu. Yeni juga sudah mau diajak berbicara, berkomunikasi, dan mulai banyak bertanya, bahkan sudah bisa bernyanyi. Jari-jari tangan kiri yang sebelumnya lumpuh sudah mulai bisa digerakkan.

Kondisi Istri Fidelis ketika tidak mengkonsumsi ekstra ganja karena Fidelis ditahan

Harapan untuk semakin membaik hilang karena Fidelis ditahan dan ekstrak ganja dimusnahkan sebagai barang bukti. Yeni kemudian dibawa ke Rumah Sakit M Th Djaman Sanggau. Yeni pun kembali mengalami kesulitan tidur, kadang tidak bisa tidur semalaman.

Nafsu makan Yeni jauh menurun. Makan hanya beberapa sendok saja dan bahkan sangat sering menolak untuk diberi makan. Setiap makanan yang masuk, dimuntahkan kembali. Yeni juga merasakan panas padahal sudah menggunakan pendingin ruangan (AC). Luka-luka dekubitus yang saat di rumah sudah mengering, kembali memerah dan berdarah, basah. Tumbuh luka-luka dekubitus baru di pantat, selangkang, lutut, dan kedua kaki dengan ukuran cukup besar. Kulit kaki Yeni mengelupas besar-besar dan keluar cairan dari kaki dan telapak kaki. Bagian dada di sebelah kiri terasa sakit dan sesak napas sehingga sulit bernapas.

Perut Yeni pun perlahan mulai bengkak dan membesar pada saat menjelang akhir hayatnya. Diperkirakan syringomyelia telah mematikan fungsi pencernaan, sehingga makanan dan minuman yang masuk tidak bisa dicerna lagi. Hal tersebut yang menyebabkan perutnya membesar, hingga akhirnya Yeni meninggal pada tanggal 25 Maret 2017 tepat 32 hari setelah Fidelis ditahan.

BNN Menjerat Fidelis dengan Pasal 111 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Ganja termasuk golongan I jenis narkotika yang dilarang di Indonesia.

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki,  menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,  dipidana dengan pidana penjara  paling  singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana  denda  paling sedikit  Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan  paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2)Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau   menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram  atau  melebihi 5 (lima)  batang  pohon, pelaku  dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  ditambah   1/3 (sepertiga).

Terkait kasus Fidel, saya mempunyai beberapa pendapat, yaitu

  1. Tidak ada Niat Jahat dari Fidelis

Dalam hukum pidana, keberadaan niat jahat (Mens Rea) sangat penting disamping keberadaan Actus Reus (perbuatan pidana) karena jika unsur tersebut tidak terpenuhi maka seseorang tidak bisa dianggap melakukan perbuatan pidana.

Dalam kasus Fidelis, saya berpendapat tidak ada niat melawan hukum sedikitpun dari Fidelis karena tujuan menanam ganja tersebut merupakan tanda khawatir dan frustasinya melihat istri yang sedang sakit di mana tanaman ganja tersebut diperuntukkan sebagai obat. Justru yang saya lihat adalah unsur kemanusiaan yang lebih ketara dari soal sanksi hukumnya. Ini menjadi salah satu unsur Pemaaf yang diperbolehkan dalam hukum pidana kita karena adanya keterpaksaan yang tidak bisa dihindari.

  1. Perlu uji lab

Saya setuju dengan statement pak Buwas untuk mengundang pihak-pihak terkait seperti BNN, LIPI, Kemenkes, dan BPOM untuk merespon dengan cepat dalam melakukan penelitian untuk mengungkap sisi lain dari ganja tersebut.

Sebagai info awal, memang ada beberapa negara yang melegalkan ganja dengan batasan-batasan yang sangat ketat untuk tujuan medis atau pengobatan untuk penyakit glaucoma, epilepsy, dan cancers, yaitu; Kanada, Australia, Belanda, Pernacis, Uruguay, Rumania, Chili, Rep. Ceko, Kolombia dan Jamaika.

Negara-negara tersebut sudah terlebih dahulu melakukan penelitian sisi lain dari ganja untuk kepentingan medis.

  1. Diskresi Penegak Hukum

Kasus yang menimpa Fidel dapat membuka mata kita bahwa tidak selamanya hukum dapat menjawab dan mengikuti perkembangan masyarakat. Hukum selalu tertinggal dengan cepatnya perubahan di masyarakat.

Dengan kasus ini, banjir dukungan dari masyarakat luas untuk merevisi UU Narkotika. Dukungan tersebut bukan bermaksud memberikan kebebasan untuk melegalkan ganja akan tetapi ganja tetap dilarang tetapi diberikan pengecualian jika ditujukan untuk pengobatan atau kesehatan tentunya dengan syarat yang ketat.

Sudah saatnya penegak hukum lebih melihat sisi keadilan dan kemanfaatan daripada melihat secara kaku pasal-pasal yang termaktub di dalam undang-undang. Toh, negara kita juga memberikan kemungkinan atas hal itu.

Misalnya:

  • Penyidik dapat “melakukan tindakan lain” unutk menghentikan proses hukum Fidel dengan alasan pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal 16 ayat 2 huruf d dan e UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.

Bagi saya, Fidel konteksnya ingin menolong istrinya agar tetap bertahan hidup dan sudah semestinya Penyidik mempertimbangkan hal tersebut karena hak untuk hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi sedikitpun dalam kondisi apapun (non derogable right).

  • Jaksa Agung dapat menghentikan perkara demi kepentingan umum (kepentingan negara dan kepentingan masyarakat luas). Pasal 35 huruf c UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
  • Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (Pasal 5 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).